Similarity index tinggi belum berarti plagiasi

Hari selasa tanggal 9 oktober 2018, sebuah email masuk dari panitia sebuah konferensi internasional yang saya ikuti di bulan juli tahun yang sama. Sebenarnya bukan murni saya, lebih tepatnya adalah mahasiswa yang tugas akhirnya saya bimbing. Dia mempresentasikan di ajang internasional diselenggarakan oleh salah satu perguruan tinggi terkemuka di Indonesia. Email di hari selasa (9/10/2018) ini berjudul Plagiarism Check, memberitahukan bahwa similarity index artikel kami lebih dari 20% tepatnya 32% yang artinya ada kemungkinan plagiasi sebesar itu. Email yang saya maksud terlampir di bawah ini. Sengaja saya buat blur alamat email pengirim hingga identitas-identitas lain yang berhubungan dengan seminar, untuk menjaga privasi panitia. Disamping itu, tujuan tulisan ini dibuat bukan untuk menjelaskan kronologi namun lebih pada pelajaran yang bisa saya ambil.
Email dari panitia mengenai pemberitahuan plagiarism check
Email itu dikirim oleh panitia karena memang ada alasan yang harus diperhatikan yaitu artikel yang kami tulis diupload di mesin pengecek plagiasi turnitin.com. Hasil pengecekan menunjukkan similar index artikel sebesar 32% dimana berasal dari sebuah artikel yang telah diupload di portal yang sama melalui akun universitas diponegoro. Terlihat di gambar di bawah ini bahwa sumber utama (32%) similarity adalah artikel mahasiswa yang telah disubmit/ upload di Undip. Cukup kaget, sangat kaget. Mahasiswa yang menjadi penulis pertama artikel inipun kaget dibuatnya. Dugaan pelanggaran moral yang cukup luar biasa, dan sangat besar yaitu menjiplak, plagiasi atau mencontek. Namun apakah demikian? Tidak, tentunya tidak. Saya cukup memahami bagaimana mesin ini bekerja. Terus kenapa bisa begitu?
Hasil pengecekan panitia terhadap artikel tersubmit
Jawabannya! Inilah pelajaran berharganya yang perlu saya share di tulisan ini. Langkah preventif sebelumnya saya lakukan dengan cara mengunggah draft pertama artikel tersebut ke portal yang sama yaitu turnitin.com. Di akun turnitin saya, artikel tersebut saya upload dengan menggunakan mode standard paper repository. Sebenarnya ada 2 pilihan yaitu no repository dan standard paper repository. Di kala kita memilih no repository, ini berarti bahwa artikel yang kita unggah tidak akan tersimpan di repository/ database turnitin.com akan tetapi jika kita pilih standard paper repository maka artikel kita akan tersimpan di database turnitin dan akan bergabung dengan artikel-artikel orang lain dari seluruh dunia. Kemudian bagaimana dengan artikel saya yang menjadi contoh kasus dalam tulisan ini? Artikel yang saya submit ke panitia konferensi diugggah ke turnitin.com dan men-scan artikel yang sama di database turnitin yang sebelumnya saya unggah. Artinya artikel yang diunggah oleh panitia dianggap plagiat atas artikel yang sama dimana artikel sebelumnya ini saya upload di portal yang sama.
 
Itulah titik persoalannya. Artikel di panitia menscan draft artikel yang sebelumnya saya upload, dimana dua artikel ini tidak dipublikasikan sama sekali. Pelajaran yang bisa kita petik dari kasus ini adalah:
  1. Sebaiknya tidak menggunakan standard paper repository, karena seluruh artikel yang kita unggah akan tersimpan di database turnitin dan akan bercampur dengan seluruh artikel di seluruh dunia.
  2. Akan lebih baik jika menggunakan mode no repository artinya artikel tetap terunggah tetapi hanya di inbox akun kita dan sama sekali tidak akan terunggah/ upload di database turnitin.com. Dengan menggunakan mode ini maka kita akan bisa melakukan scanning atas artikel yang kita upload dengan seluruh sumber baik yang berasal dari turnitin maupun dari sumber internet lainnya. Sebalinya, artikel yang kita upload (mode: no repository) tidak akan dijadikan sebagai salah satu sumber pengecekan atas artikel orang lain yang discan.
  3. Bagaimana jika kamu sudah terlanjur unggah dengan mode standard paper repository? Sama dengan yang telah saya lakukan, saya menggunakan mode standar paper repository sehingga terjadilah dugaan-dugaan seperti itu. Jika ini yang terjadi maka jangan sekali-kali mendelete/ menghapus artikel yang sudah kita upload. Kenapa? karena jika kita hapus artikel tersebut maka artikel tersebut hanya akan terhapus di inbox akun turnitin kita akan tetapi tidak akan terhapus dari database turnitin. Artinya jika ada artikel yang diupload di turnitin untuk scanning maka artikel yang telah kita hapus tersebut tetap akan menjadi sumber acuan pengecekan similarity. Fungsi lain dari tidak boleh dihapusnya artikel di mode ini adalah disaat ada dugaan plagiarism atas artikel kita yang sebenarnya menscan artikel kita sendiri, maka dengan sangat mudah kita memberinya sanggahan dengan memberikan bukti-bukti otentik.
Kembali ke artikel saya di atas. Artikel yang saya upload di turnitin.com sebagai langkah preventif saya sajikan di gambar berikut ini. Similarity indexnya sangat rendah yaitu cuma 3% itupun bukan berasal dari substansi artikel tetapi lebih keafiliasi penulis dan beberapa daftar pustaka yang dianggap sama (similar). Angka 3% merupakan angka yang sangat ditoleransi masih di ambang normal.
Tampilan draft artikel pertama di turnitin.com
 
Similarity index (3%) dari draft artikel pertama sebelum di kirim ke panitia seminar
Setelah kami jelaskan ke panitia, syukur alhamdulillah panitia konferensi memahami persoalan tersebut seperti yang ditunjukkan oleh gambar email di bawah ini. Tentu mereka memahami karena seluruh sumber primary resources di akun turnitin panitia juga memberikan keterangan bahwa sumber utamanya adalah artikel yang diupload di akun turnitin Undip dengan kode artikel tertentu. Sehingga sangat mudah bagi panitia untuk mengeceknya setelah kami juga mengirimkan pdf hasil scan draft pertama artikel kami sendiri.
 
Email balasan dari panitia yang menyatakan memahami dan menerima sanggahan
Dari pengalaman ini bisa kita tarik kesimpulan bahwa similarity index tinggi belum tentu tindakan plagiasi. Kenapa demikian? karena ada dua artikel yang sama dimana diupload di turnitin di rentang waktu berbeda. Artikel kedua di upload yang kemudian menscan artikel pertama sebagai sumber. Kemudian yang perlu diperhatikan adalah terkadang langkah preventif seperti ini justru bisa menjadi ‘masalah’ tersendiri jika kita menghapus file yang telah kita upload. Sehingga untuk langkah preventif akan lebih baik jika mode penyimpanan tidak menggunakan standard paper repository tetapi justru menggunakan no repository.
 

Bagaimana dengan yang telah dilakukan oleh panitia? Tentu apresiasi yang sangat tinggi saya sampaikan ke panitia atas komitmennya terhadap standar kode etik publikasi. Apa yang sudah dilakukan panitia justru ‘menyelamatkan’ para penulis. Namun, akan lebih baik jika mereka juga meminta/ request ke sumber utamanya dengan hanya click satu tombol request maka secara langsung turnitin akan memberikan email secara otomatis ke akun yang dianggap memiliki sumber primer itu. Apakah langkah ini sudah dilakukan? Jika sudah tentu saya akan mendapatkan email request tersebut karena artikel itu saya upload menggunakan akun pribadi saya sebagai langkah preventif atau mencegah.

Email request artikel asli sebagai primary resources

Kurang lebih isi emailnya seperti gambar di atas. Panitia yang melakukan scanning atas artikel bisa request atau meminta paper yang asli di primary resources untuk kemudian dibandingkan. Dengan menekan tombol request maka secara otomatis turnitin akan memberikan email seperti di atas, dimana disaat kita reply maka secara otomatis akan masuk ke email panitia yang request tersebut.