Jadikan turnitin sebagai penyelamat dan bukan menjadi penghambat

Turnitin.com ternyata bukan hanya software penyelamat untuk mencegah tindak plagiasi, tetapi terkadang justru menjadi penghambat baik untuk urusan kelulusan maupun kepangkatan. Menjadi fungsi preventif dikala kita mengunggah artikel ke turnitin.com sebelum dikirim baik untuk konferensi maupun jurnal. Menjadi penghambat dan masalah tersendiri ternyata di kala setelah kita upload artikel di turnitin.com dan kemudian redaksi jurnal maupun tim editor konferensi juga mengupload artikel yang sama ke dalam turnitin.com. Artikel kedua yang terupload akan menscan artikel yang sebelum sudah terupload di database turnitin.com. Cerita ini saya alami sendiri seperti yang saya tulis dalam artikel berjudul Similarity index tinggi belum berarti plagiasi. Selain mengalami sendiri, ternyata beberapa rekan kerja juga menghadapi hal serupa seperti di kala mengajukan pangkat harus melampirkan bukti scan turnitin, tetapi di saat masuk ke meja tim panitia angka kredit (PAK) ternyata juga diupload kembali ke turnitin.com. Terdapat 2 kali upload ke turnitin.com yang menyebabkan ada 1 artikel yang menscan artikel lainnya yang sebenarnya sama namun diupload oleh 2 akun yang berbeda.
Tidak berhenti disini, beberapa universitas baik negeri maupun swasta juga beberapa kali mengirim email ke saya karena mendapatkan adanya indikasi plagiasi dari sumber yang pernah saya upload di turnitin sebelumnya. Kasus ini biasanya di saat saya menjadi juri lomba LKTI, dimana seluruh karya ilmiah selalu saya upload ke turnitin.com, kemudian sebagian materi dari karya tulis ilmiah ini dimanfaatkan oleh penulis/ mahasiswa sebagai salah satu materi tugas akhir. Kemudian disaat akan disubmit ke kampus, ada salah satu petugas melakukan scanning menggunakan turnitin.com. Alhasil tugas akhir yang diupload di turnitin.com menscan materi karya tulis ilmiah yang sebelumnya telah saya upload ke turnitin.
Kisah yang lain juga pernah saya ketahui dikala salah satu asisten dosen yang melanjutkan sekolah S-1 di salah satu universitas swasta, setelah meluluskan program studi D3-nya, harus melakukan restatement sekitar 1 bab tugas akhir. Proses ini dilakukan karena kasus yang serupa yaitu file tugas akhir dia upload di akun turnitin milik dosen yang dia bantu untuk mencegah/ preventif tindak plagiasi. Kemudian disaat dia sudah melakukan sidang akhir dan mensubmit tugas akhirnya ke panitia skripsi, ditahap ini ternyata panitia skripsi juga melakukan scan menggunakan turnitin. Alhasil materi tugas akhir yang discan panitia skripsi menscan artikel yang sebelumnya sudah dia upload di turnitin. Sangat tidak beruntung dia disaat itu karena file tugas akhir yang sebelumnya sudah dia upload di turnitin sudah dihapus oleh mahasiswa yang bersangkutan. Aksi penghapusan file di turnitin ini hanya akan menghilangkan file di akun turnitin tetapi tidak akan hilang dari database turnitin.com disaat mode standard paper repository diaktifkan. Sangat tidak beruntung, karena mode repository yang diterapkan saat itu adalah mode standar paper repository, sehingga dikala panitia Skripsi request pemilik akun yang sebelumnya digunakan untuk mengunggah file tugas akhir sudah tidak bisa memberikan bukti. Atas persoalan itu maka mahasiswa ini harus bersabar dan melakukan restatement hampir 1 bab tugas akhir.

Cerita terakhir saya terima beberapa hari lalu dikala ada salah satu mahasiswa dari salah satu perguruan tinggi swasta membaca blog saya kemudian dia mengirim email. Di emailnya dia meminta kelas online turnitin agar bisa menscan tugas akhirnya yang sebelumnya sudah discan oleh panitia tugas akhir di kampusnya. Permintaan dia saya penuhi dan selanjutnya saya minta mengirim file PDF atau DOC untuk discan menggunakan turnitin.com. Yang manarik adalah cerita dibaliknya, dia mendapati bahwa setiap scan file tugas akhir menggunakan turnitin.com dia mendapatkan similarity indexnya terus naik. Dari 18% kemudian naik justru menjadi lebih dari 80%. Lagi-lagi kasusnya sama yaitu file tugas akhir yang diupload di turnitin.com menscan file tugas akhir yang sama di akun turnitin yang berbeda.

Seluruh kisah yang saya tulis di atas tersebut merupakan cerita dibalik hebatnya turnitin.com yang ternyata tidak hanya berfungsi sebagai penyelamat tetapi justru terkadang menjadi penghambat. Dikala adanya ketidaktahuan yang kemudian dibalut oleh aturan kebijakan suatu institusi menjadikan software ini semacam ‘panglima etika’ publikasi. Hanya mengandalkan software tanpa adanya konfirmasi tetapi langsung membuat keputusan. Meskipun setelah disanggah akhirnya beberapa pihak bisa memahami. Tetapi ini tentu menjadi persoalan tersendiri jikalah seluruh pihak belum memiliki persamaan persepsi dan standar yang sama di dalam menggunakan software komersial ini. Meskipun di artikel yang sebelumnya saya tulis di link berikut: https://www.kelassarif.id/2018/10/turnitin.html telah membahas akibat/ konsekuensi yang dihasilkan antara no repository dan standard paper repository.