Ayo hijrah: berhenti menjadi generasi itu

Waktunya hijrah, dunia telah berubah, ayo hijrah. Selama ini hijrah sering sekali dikaitkan dengan berpindahnya seseorang yang memuat dua hal yaitu berpindah tempat, dari satu lokasi ke lokasi lain dan bisa juga diartikan berpindahnya dari satu kondisi atau status tertentu ke kondisi/ status lain. Kebanyakan juga menyempitkan pandangan hijrah ini dalam sudut pandang agama. Mereka yang berhijrah adalah orang-orang yang sebelumnya mengenal sedikit agama menjadi pribadi yang lebih banyak mengenal agama dengan berbagai aksesorisnya, kurang lebih demikian pandangan sebagian dari kita. Definisi kedua mengenai hijrah menginisasi saya menulis artikel ini namun bukan dari perspektif agama, tetapi dari diri sendiri.

wisuda.jpg

Ayo berhijrah dari generasi dependent menuju generasi independent. Jangan puas menjadi generasi manja, jadilah generasi smart penuh ide, penuh masukan dan penuh inovasi. Bukan sebaliknya, menjadi generasi penuh ketergantungan, selalu mengutuk kegelapan dan mengeluhkan setiap pil pahit kehidupan. Jangan terus mengeluh, sambat atas setiap tantangan. Jangan lagi manja, yaitu mengharapkan segalanya terkondisikan dengan baik sesuai yang kita inginkan. Tidak akan seru, tidak ada tantangan dan tentunya tidak ada pelajaran hidup sama sekali. 

Dahulu kita selalu mendapatkan fasilitas hidup yang kita gantungkan kepada orang tua kita masing-masing. Tidak perlu memikirkan bagaimana jerih payah orang tua mendapatkan rejeki, yang penting kita bisa makan lengkap dengan lauk dan terkadang jajan di luar rumah tanpa memikirkan berapa nominal rupiah yang kita minta. Fasilitas premium seorang anak yang dependent kepada orang tua. Jika tidak sesuai kita bisa sedikit memprotes, merayu agar bisa memenuhi kebutuhan sesuai dengan keinginan. Kita menganggap diri ini sebagai pribadi yang idealis dan memang pantas mendapatkan apa yang seharusnya diraih. Kita bebankan hidup kita kepada orang lain, meskipun itu adalah orang tua kita sendiri. 

Tidak jauh berbeda dengan saat ini, diera kita sudah mulai dewasa atau bahkan menua. Banyak keluhan atas pekerjaan, atas negara, atas pemerintah bahkan atas keluarga begitu mudah kita dengarkan dari satu orang dewasa ke orang dewasa lainnya. ‘Pemerintah kita ini nggak benar…’; ‘Sistem tata kelola tempat kerja ini tidak adil…’ dan masih banyak lagi ragam keluhan yang bisa kita nikmati dari hari kehari. Entah urusan pekerjaan, urusan sosial dengan sesama kolega bahkan kepada instansi dimana kita bekerja. Mengeluh, mengeluh, dan mengeluh. Kapan kita akan belajar jika segala sesuatunya sudah sesuai dengan yang diharapkan tanpa ada upaya dari kita sedikitpun? – Semua ada proses dan prosedurnya. Sama halnya seorang mahasiswa yang ingin mendapatkan gelajar sarjananya, ada proses dan tahapan yang harus dia tempuh. Satu mata kuliah demi mata kuliah harus ditempuh dan di bagian akhir harus mempertanggungjawabkan hasil riset sederhananya di depan tim penguji. Kan begitu prosesnya bukan?

Sama halnya dalam hidup kita ini! Hijrah dari yang buruk ke yang baik jangan hanya diartikan dulu tidak berjenggot sekarang menjadi berjenggot. Dulu tidak berhijab sekarang berkerudung dan seterusnya. Bukan hanya tampilan fisik tetapi lebih kepada perbaikan pribadi menjadi yang lebih oke, responsive dan maju. Jangan lagi menjadi pribadi dependent yang hanya mengharapkan segala sesuatu sudah baik tanpa ada usaha berarti.

Jangan lagi mengutuk kegelapan, karena kita dihidupkan untuk menjadi penerang. Ini bukan kiasan, tetapi pengingat bagi saya sendiri dan juga bagi kita semua. Bukan sebagai pribadi yang sempurna, itulah kenapa kita harus bermasyarakat, bersosial dan saling mengingatkan dan bukan menjerumuskan. Setiap penyakit pasti ada obatnya begitupula untuk setiap kesalahan pasti ada perbaikan kemudian berdiri tegak untuk menjadi pribadi baru yang lebih maju, independent dan menjadikan masa lalunya sebagai pengingat dia. Tidak ada orang hebat yang selamanya hebat, begitupula orang hebat yang memang dilahirkan menjadi hebat dari bayi hingga ajalnya. Jangan lagi menjadi generasi dependent yang selalu menuntut fasilitas premium untuk menikmati kehidupan kita. 

Jangan lagi mengeluh, jangan lagi mengambil waktu orang lain untuk dipaksa mendengarkan setiap keluhan. Kita berada di posisi yang sama yaitu belajar, belajar dan belajar. Tidak ada kata yang lebih baik dari belajar ini untuk menarasikan kehidupan kita. Kita lahir memang untuk belajar. Pribadi yang merugi adalah mereka yang tidak ada perbaikan dari dirinya di masa lalu, begitulah slogan yang sering dikampanyekan di setiap pengajian. Dan itu bisa kita pahami di kala kita belajar. Jangan hanya membaca buku, tetapi juga perlu membaca kondisi, situasi sosial dan jadilah bagian yang menenangkan kondisi itu bukan sebaliknya, penyulut kekalutan dan kegelapan. Jangan nyinyir lagi, kita butuh penyemangat agar hidup kita lebih baik. Jangan lagi menjadi generasi itu, kelompok sosial yang hanya bisa mencari kesalahan orang lain, kesalahan negara, kesalahan pemerintah tanpa ada kontribusi sedikitpun kecuali cibiran-cibiran yang menjadi sampah visual dan sampah digital di dunia maya.