Lebih dari 17 tahun saya tidak memegang AutoCAD baik untuk desain 2D apalagi desain 3D. Meskipun sebelumnya, software ini menjadi senjata utama saya mencari rupiah. Di kala banyak teman-teman menikmati waktu dengan berdiskusi, bermain kartu remi dan kesenangan lainnya, saya harus meng-click-click mouse komputer, membuat peta-peta proyek tata ruang. Proyek pertama (2002) adalah menjadi drafter dengan mendigitasi peta rupa bumi dari bakosurtanal (sekarang BiG) menggunakan AutoCAD. Meskipun belum tau bagaimana menggunakan software ini, karena kebutuhan proyek, maka saya belajar secara otodidak. Sheet demi sheet peta rupa bumi saya scan kemudian didigitasi satu persatu.
Ini adalah awal mula saya mengenal ‘teknologi’ planologi, software-software ajaib andalan kami para planolog mengumpulkan lembar demi lambar rupiah. Tepatnya mulai semester 3 sekolah di Planologi, saya mendapatkan tawaran proyek dari senior-senior untuk menjadi seorang drafter, yaitu membuat peta menggunakan AutoCAD. Awalnya bingung karena tidak ada kuliah mengenai AutoCAD sama sekali. Jikalaupun mau kursus, biayanya sangat mahal waktu itu. Contohnya adalah disaat mau memotong garis yang melebihi bidang utamanya (over shot) saja tidak tau. Karena ‘ketidaktahuan’ ini juga, dikala pertama kali digitasi saya membuat satu layer untuk semua informasi di autoCAD dari jalan, sungai, drainase bahkan text, harusnya dibedakan. Informasi tutorial sangat terbatas, minim sekali. Mau browsing di internet mencari tutorial penggunaan AutoCAD juga tidak semudah sekarang, akses internet masih mahal, Youtube tidak selancar hari ini. Yang dilakukan adalah mencari buku-buku text di perpustakaan, kemudian difotocopy dan terkadang dipinjam lama, tidak segera di kembalikan, nakal.
Pengalaman 17 tahun lalu yang benar-benar sudah tidak pernah dipakai lagi, harus saya recall dalam-dalam kemudian mengajarkannya kepada mahasiswa baru angkatan 2019. Di depan lebih dari 30 mahasiswa saya menceritakan tahap-demi tahap bagaimana melakukan digitasi peta di Quantum GIS dan juga di Google Earth. Namun ini hanya demo saja. Pada praktek hari ini mereka menggunakan Quantum GIS dan ArcGIS hanya untuk export fille dari *.kml menjadi *.dxf atau *.dwg. Setelah 17 tahun tidak pegang peta, ada banyak perbedaan mendasar teknik digitasi peta karena perubahan teknologi yang harus diakomodasi.

Digitasi citra satelit di google earth.
Google earth! Software yang hampir tidak pernah digunakan untuk digitasi peta. Biasanya kami hanya melihat bentukan citra satelit dari atas menggunakan software milik google ini. Misalnya saja untuk mengecek lokasi dan mengetahui kondisi penggunaan lahan di sekitarnya. Jikalau kita ingin mencari lokasi atau mungkin lahan untuk membangun rumah, Google Earth bisa menjawabnya dengan begitu mudah dengan menampilkan kondisi di sekitarnya. Begitupula disaat kita ingin melihat jarak atau rute dari satu titik ke titik lainnya, tinggal menentukan direction di google earth, kemudian kita bisa mengukur jarak hingga estimasi waktu jikalau mengendarai mobil, motor atau kereta. Software umum untuk kehidupan kita sendiri, mendukung aktivitas sehari-hari.
Namun di kelas ini, mahasiswa mempraktikkan digitasi. Karena akses internet yang belum memungkinkan untuk load image di Quantum GIS atau di ArcGIS maka harus mencari alternatif lain, dan google earth-lah alternatif yang kami pilih. Mereka bisa tethering sebentar guna membuat citra satelit di Google Earth semakin jelas kemudian tahap selanjutnya adalah mendigitasi. Mereka mulai mengenal GIS yang sangat dasar di sini, yaitu point (titik), polygon & polyline dan line sendiri. Meskipun belum diajarkan lebih detail mengenai database di GIS tetapi mereka setidaknya sudah mulai mengenal teknik dasar SIG (Sistem informasi geografis).

Tahap selanjutnya mereka saya minta mendigitasi peta. Kelas saya bagi kedalam 4 kelompok untuk membagi blok kawasan perkotaan yang berbeda-beda. Tujuannya agar di dalam satu kelompok yang terdiri dari 7 – 8 mahasiswa bisa berdiskusi di dalam menggunakan tools Google Earth. Dibantu oleh 5 dosen baru PSDKu, setiap line mereka gambarkan baik untuk jalan, sungai maupun kapling rumah. Detail! mereka sudah berfikir detail dengan skala kedetailan 1 : 5.000. Setiap jaringan perkotaan mereka digitasi menggunakan single line di bagian tengah misalnya di as jalan, as sungai atau as drainase. Hanya 1 garis saja.
Desain siteplan di AutoCAD
Tahap terpentiing selanjutnya adalah mencari jembatan untuk mengubah file *.kml dari Google Earth menjadi file *.DWG atau *.DXF untuk AutoCAD. Memenuhi tujuan teknis itu, saya menggunakan Quantum GIS, tetapi tidak jarang juga mahasiswa sudah menginstall ArcGIS di laptop mereka masing-masing. Bagi yang menggunakan Quantum GIS, tinggal buka lembar baru dan add layer kemudian import vector dalam bentuk *.KML. Gambar vektor dari Google Earth akan secara otomatis muncul, begitupula jika kita tampalkan dengan citra satelit yang ada di quantum GIS juga akan tertampal dengan baik dan presisi.

Kenapa perlu meng-export vektor *.kml ke dalam bentuk *.DWG? Tahap selanjutnya dari proses digitasi ini adalah mengenalkan AutoCAD untuk desain 2 dimensi. Tahap ini saya mengarahkan mahasiswa membuat desain siteplan sederhana. Merapikan hasil digitasi di google earth yang tidak bisa membuat snap atau menutup antara poin-poin vertex. Di AutoCAD mereka harus merapikan digitasi mereka. Garis yang tidak terhubung harus tersambung mereka belajar memotong menggunakan perintah Trim atau memperpanjang garis menggunakan perintah extend. Tidak berhenti di merapikan garis, mereka juga harus membuat detail peta dari ukuran 1 : 5.000 ke dalam skala 1 : 1.000. Kedetailan peta yang sangat cukup untuk membuat desain 2D berupa siteplan. Untuk tujuan itu, maka mereka harus mengubah jalan yang hanya 1 garis menjadi jalan dengan 2 garis dimana lebar jalan di autoCAD merupakan lebar jalan sebenarnya. Artinya peta di AutoCAD itu sebenarnya 1 : 1 sesuai dengan kenyataan di lapangan.
Estetika desain harus mereka perhatikan di tahapan ini. Bukan hanya membuat 2 garis untuk jalan dan sungai tetapi juga lengkung (arc) garis untuk tiap-tiap pojokan jalan. Setelah membuat garis dengan perintah fillet, kemudian menentukan jarak antara garis as jaringan dengan garis border, mereka harus membuat lengkung setiap ujung jalan. Persis seperti estetika pembuatan jalan di desain siteplan.
Mulai Merancang 3D di AutoCAD
Setelah mereka memiliki hamparan desain siteplan 2D, yang tentunya belum sempurna, tahap selanjutnya adalah merancang 3D setiap bangunan. Setiap mahasiswa bertanggung jawab membuat 1 desain 3D bangunan yang bebas mereka pilih sendiri. Mereka mulai mengenal apa itu koordinat 3D (X, Y dan Z) berupa UCS, substract untuk memotong bidang 3D, union untuk menggabungkan bidang, dan yang tidak kalah pentingnya adalah perintah extrude yaitu perintah mengubah desain polygon 2D menjadi desain 3D. Desain ini sangat penting di kala mereka mendapatkan proyek-proyek rancang kawasan seperti RTBL (Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan) yang menuntut desain 3D hingga animasi.

Mempersipakan meja kerja 3D. Perintah-perintah di AutoCAD untuk desain 3D sebenarnya tidaklah serumit 2D. Justru lebih sederhana, namun mahasiswa harus bisa membayangkan/ berimaginasi ruang 3D kemudian mengaplikasikannya di desain autoCAD. Ini yang terkadang mengharuskan kami duduk berjam-jam di depan komputer. Click demi click mouse sudah tidak sesering saat membuat digitasi peta tetapi justru menggerakkan mouse untuk melihat sisi 3D, ini yang sering kita mainkan.
Pengalaman yang cukup langka dan seakan-akan melemparkan saya ke puluhan tahun lalu di saat masih duduk seperti mereka, mahasiswa. Alhamdulillah bisa survive dengan keadaan masa itu dan ternyata apanyang dulu pernah saya pelajari secara otodidak bisa saya ajarkan ke mahasiswa baru dimana tahun kelahiran mereka adalah sama dengan tahun masuk saya ke S1 planologi Undip.
You must be logged in to post a comment.