Memenuhi saran dan ajakan Mas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk memberi kesempatan mahasiswa tampil di depan mengajar, saya coba melibatkan mereka secara aktif, dan saya justru sebaliknya. Kuliah hari ini berbeda dengan sebelumnya. Biasanya saya tampil di depan, melirik slide powerpoint kemudian menjelaskannya. Sesekali mengajak mahasiswa ngobrol atau diskusi sok serius membahas salah satu topik di slide powerpoint. Tidak jarang juga memberikan pertanyaan sporadis ke mahasiswa agar mereka kembali stay tune bangun meskipun hanya sebentar. Mumpung kelasnya kecil, hanya terdiri dari 10 mahasiswa, saya rasa bisa juga ajakan Mas Bos baru ini saya terapkan. Karena kelasnya kecil, jadi saya minta mereka membuat kelompok lebih kecil lagi yang terdiri dari hanya 2 mahasiswa. Setiap kelompok kecil ini saya minta mengeksplorasi materi perkuliahan yang kebetulan tentang pariwisata alternatif. Dan saya mengambil tema dark tourism yang saat ini cukup popular di dunia.
Dalam kurun waktu sekitar 2 jam, mereka mulai sibuk dengan magic box mereka masing-masing. Rata-rata browsing menggunakan laptop, dan beberapa menggunakan smartphone. Untung WiFi UndipConnect bener-bener connected, alhamdulillah. Apa yang saya harapkan berjalan sesuai dengan yang diharapkan. lancar!. Untuk hasilnya bagaimana? – lihat saja hasilnya di bagian bawah tulisan ini. Meskipun dunia internet begitu mudah kita jelajah, tetapi ada batasan-batasan yang harus ditaati mahasiswa. Mereka tidak diijinkan mencari informasi dari blog-blog pribadi yang tidak jelas penulisnya, harus berasal dari jurnal, dari website yang kredibel seperti kompas.com, atau mungkin BBC, CNN dan lain sebagainya. Banyak banget. Ada 5 point yang harus mereka cari dari (1) sejarah dark tourism, (2) definisi dark tourism, (3) gambaran dark tourism saat ini, (4) jenis-jenis dark tourism dan (5) contoh kasus dark tourism di Indonesia. Khusus poin 5 ini, mereka memang sengaja diminta fokus mencari contoh kasus dark tourism di Indonesia karena memang jenis wisata ini juga baru hit-hitnya di Indonesia. Dan ini hasil dari perbuatan mereka.

Apa yang bisa dipelajari?
Bukan metode baru sebenarnya, ada student-centered learning yang cukup popular dan dianggap sebagai bentuk reformasi pembelajaran. Siswa dan juga mahasiswa bukan diperlakukan sebagai obyek pembelajaran dimana mereka hanya duduk, mendengarkan dan mencatata. Tetapi justru mereka sebagai center, sebagai aktor pembelajaran itu sendiri. Ya,,, memang bukan metode baru, tetapi mungkin tidak banyak yang melakukannya. Di kampus kami, metode ini sangat sering ditemui, terutama di mata kuliah praktik perencanaan seperti studio perencanaan. Mereka, mahasiswa bertugas mengeksplorasi persoalan wilayah dan kota untuk kemudian dilakukan perencanaan. Tidak berhenti pada text tulisan di laporan-laporan tebal yang ditumpuk di akhir semester, tetapi secara inclusive mereka harus bekerjasama dengan teman-teman dalam 1 tim dan juga masyarakat di saat survei dan melakukan focus group discussion (FGD). Bukan hal baru!
Di sini, mereka dituntut untuk aktif, mencari informasi sendiri, menyimpulkan dan memaparkan di bagian akhir perkuliahan. Guru, hanya sebagai fasilitator. Sama halnya dengan apa yang saya alami di sini. Selain pekerjaan saya relatif lebih santai, saya hanya verifikator informasi dan materi yang mereka dapatkan di internet. Selain itu keaktifan mahasiswa di dalam kelas juga tercapai. Minimal mereka bertanya sebatas memverifikasi apakah sumber informasi yang mereka dapatkan benar ataukah salah. Kemudian dikala ada teman lain memiliki temuan yang berbeda atau mungkin sudut pandang yang berbeda, kita bertugas sebagai wasitnya. Mahasiswa bisa aktif, dan juga aktif bertanya dikala mereka memang sudah memiliki materi di pikiran mereka. Mereka bertanya untuk memverifikasi apa yang mereka ketahui sebelumnya, atau bisa juga untuk memverifikasi apakah yang mereka pahami sudah benar atau justru keliru.
One thought on “Silakan anda berdiri di depan dan mengajar!”
Comments are closed.