Tugas kampus dan bukan tugas rumah. Mencoba membuat proyek-proyek kecil mahasiswa yang dikerjakan di dalam kelas, tidak boleh dibawa pulang menjadi pekerjaan rumah atau PR. Mencoba memisahkan dan tidak mencampur adukkan kehidupan mahasiswa di kampus dengan di rumah & kost. Urusan kampus hanya dikerjakan di kampus, selesai di kampus dan tidak dibawa pulang. Ini tradisi baru yang saya coba bangun. Masih mencoba, sekali lagi masih mencoba. Berhasil atau tidak, belum terbukti. Niatan kecil ini terbesit dari beberapa pengalaman karir/ pekerjaan saya di Kampus. Terkadang harus membawa pulang gawean dan beberapa kali juga harus mengorbankan hari sabtu untuk mengerjakan tugas kampus. Ternyata tidak efektif, hasilnya tidak optimal dan justru menjadi zombie. Raga dan pikiran tidak menyatu. Raga atau badan berada di rumah bersama keluarga, bercanda dengan anak-anak tetapi hati dan pikiran masih bekerja, masih di kampus, minimal memikirkan segala hal yang belum selesai atau mungkin belum puas dengan hasil akhirnya. Alhasil, badan yang capek tambah capek dan anak-anakpun mulai membentangkan spanduk-spanduk protes. Quality time dengan keluarga, dengan tetangga, teman-teman bukan sekantor menjadi kurang optimal. Biasanya bisa cekikak-cekikik menertawarkan segala hal yang kami ceritakan, menjadi kegiatan non rutin, insidental. Kegiatan rutin hanya untuk kampus… kampus… dan kampus, padahal keseimbangan waktu bekerja dan non-bekerja itu penting. Ingin mendapatkan hasil maksimal tetapi kenyataannya justru mendapatkan rasa capek dan mengeluh, sambat dan terkadang ngumpat. Persoalan dasarnya adalah di manajemen waktu, manajemen tenaga dan juga manajemen kualitas.
Persoalan itu bukan hanya saya, tetapi juga untuk rekan kerja yang lain. Banyak yang membawa pulang bungkusan lembar jawab ujian untuk dikoreksi di rumah. Terkadang juga memberikan asistensi di rumah setiap hari sabtu/ minggu. Dan sesekali pintu kelas kampus terbuka di hari sabtu untuk perkuliahan. Yang pasti itu bukan saya. Hari sabtu bagi saya adalah hari merdeka, tidak mau diganggu gugat oleh apapun selain hanya untuk berkumpul dengan mereka yang membuat hati bahagia, termasuk teman-teman non-gawean. Ya meskipun pernah juga membantu kolega yang mengharuskan membuat simulasi di hari sabtu & minggu, tetapi bukan inisiatif saya. Rasanya ingin menolak tetapi sungkan. Menurut saya ini adalah wujud dari ketidakseimbangan manajemen waktu dan kerja. Tidak bisa membedakan mana pekerjaan dan mana urusan keluarga termasuk urusan pertemanan. Karena persoalan itu, saya rasa jikalau bisa mengelola waktu, kualitas pekerjaan dan manajemen kerja akan berdampak baik, termasuk kesehatan tubuh. Sehingga saya mencoba untuk membuat tugas-tugas atau proyek-proyek mahasiswa yang hanya boleh dikerjakan di kampus, selesaikan di kampus. Mungkin kalau ingin menyempurnakan dalam level minor masih bolehlah di rumah. Artinya, dikala mereka pulang ke kos, mereka bisa eksplorasi hal lain. Bisa menonton film di youtube sambil belajar bagaimana mengambil angle kamera atau mungkin sekedar menonton tutorial fotografi sambil meningkatkan kemampuan listening. Wallahu’alam, itu hak mereka untuk memanfaatkan waktu mereka sendiri.
Kuliah mengubah cara hidup
Kuliah di teknik, tugasnya banyak. Hampir setiap mata kuliah memberikan tugas baik yang dikerjakan individu maupun kelompok. Menurut saya, fungsi tugas-tugas itu sangatlah bagus, bukan hanya untuk mengasah soft skill mahasiswa tetapi juga untuk mengembangkan kreativitas mereka. Tugas di teknik lebih banyak menantang untuk mencari suatu solusi atas permasalahan riil di lapangan. Terkadang juga bukan untuk mencari solusi tetapi mengenali persoalan riil di lapangan hingga ke akar permasalahannya. Bagi mahasiswa semester akhir, mereka dituntut untuk bisa memberikan usulan rencana hingga kapan solusi atas ide itu dilaksanakan. Itu adalah tugas-tugas yang harusnya ‘menggugah’ kreativitas dan juga kerjasama antar tim. Tetapi dibalik tujuan mulia itu, tidak sedikit mahasiswa yang terkena masalah kesehatan seperti tipus, asam lambung dan persoalan kesehatan lain yang berkaitan dengan tidak bagusnya manajemen stress, beban pekerjaan yang terlalu tinggi. Lagi-lagi keseimbangan hidup. Tidak selamanya mahasiswa hidup di kampus, toh setelah lulus belum tentu juga mereka bekerja di kampus.
Lembur, deadline tugas di satu titik waktu yang relatif sama yaitu akhir semester menjadikan nighmare become true. Malam hari, waktu terbaik untuk istirahat harus tersita untuk nugas, koordinasi dengan teman kelompok. Ya kalo ada 1 kelompok sih masih OKE, tetapi bagaimana kalo ada 2 sampai 5 kelompok dengan personil yang berbeda? Tidak usah membayangkan substansi proyeknya, tetapi cukup dikoordinasinya saja, sudah bisa dipastikan awut-awutan alias tidak terkontrol dengan baik. Cara ‘bermain’ ini yang saya rasa menjadi akar persoalan manajemen waktu dan pada akhirnya manajemen hidup. Kuliah benar-benar mengubah cara hidup, termasuk saya waktu itu. Belajar dari masa lalu, untuk memperbaiki kondisi saat ini dan juga masa depan, semoga.
Proyek kecil untuk dikelas: hilangkan PR
Di dalam perkuliahan memang ada waktu tatap muka di kelas, ada terstruktur dan juga belajar mandiri. Artinya ada 3 bagian belajar yang harus dipahami oleh mahasiswa dan juga empunya, yaitu kami pengajar. Proporsi tugas ada di 3 bagian itu. Jangan sampai tugas yang diberikan menyita bagian waktu kerja/ belajar mandiri dan pada akhirnya menyita waktu belajar untuk mata kuliah lain. Coba bayangkan kalau tugas kuliah harus dibawa pulang semua, pasti waktu kerja mandiri akan bercampur juga. Belajar dengan membaca itu dua hal yang sangat berbeda. Memang belajar bisa dengan cara membaca, tetapi juga bisa dengan cara bersosialisasi, bertemu dengan teman, diskusi apapun dan kita bisa saling belajar. Sangat flexible, jangan menyempitkan makna ‘belajar’ hanya dengan ‘membaca’. Maksud saya adalah jika dibuka ruang untuk belajar sesuai dengan keinginan kita maka akselerasi pengetahuan dan kemampuan kita akan melesat. Bagi bisa belajar dengan cara baca buku, silakan baca buku sebanyak-banyaknya. Untuk mereka yang belajar dengan mendengarkan, ayo cari ilmunya bisa di youtube, di podcast, dengarkan sebanyak mungkin dan resapi apa maksudnya. Sama halnya yang ingin mengasah critical thinking & critical speaking yang tidak ada cara lain selain berinteraksi. Cari partner diskusi yang memiliki sudut pandang berbeda dan saling terbuka untuk berdiskusi.
Namun, cara-cara itu saya rasa tidak akan bisa dikerjakan dikala waktu untuk ‘belajar’ di rumah justru ter-replace oleh proyek/ tugas kampus. Inilah pentingnya untuk mengembalikan proyek kampus kembali ke kelas. Jangan di bawa pulang. Tidak ada PR selain untuk mengeksplorasi sesuatu yang baru baik di buku maupun di media lain. Pengkayaan atas apa yang didapat di kampus itu sangat penting, dan justru harus. Tetapi dikala upaya pengkayaan di luar kampus ini justru tersita oleh proyek kampus, saya rasa hasilnya juga tidak akan bagus.
Apakah berhasil?
Terus terang saja belum. Masih mencoba dan sedikit menginisasi di dua mata kuliah yang saya ampu di Semarang dan juga di Pekalongan. Saya memperlakukan sama untuk dua kelas berbeda ini. Terinspirasi oleh apa yang disampaikan oleh Mas Mentri sebenarnya, untuk mempersilahkan mahasiswa ‘bekerja mandiri’ eksplorasi materi perkuliahan yang harusnya mereka dapatkan. Tugas saya lebih menjadi fasilitator, bukan sebagai orator di depan kelas. Saya memberikan instruksi mengenai rule of the game seminggu sebelum perkuliahan kemudian di saat kuliah mereka bekerja membuat proyek mahasiswa itu. Dan hasilnya? saya sendiri cukup kagum atas hasilnya. Minimal saya juga belajar dari mereka. Sharing ilmu. Belajarnya saya ini bukan karena prosesnya tetapi justru pada materi yang mereka buat, dimana tidak saya ketahui sebelumnya. Salah satu contohnya adalah membuat efek muncul di video yang dibuat oleh mahasiswa semester 1 (angkatan 2019), masih unyu-unyu, tetapi kreatif. Ada juga yang menggabungkan tutorial penggunaan mendeley dengan drama. Bagus! Yang saya maksud itu di sajikan di youtube di bawah ini:
Proyek kecil ini merupakan bagian dari mata kuliah teknologi informasi untuk mahasiswa baru, angkatan 2019 yang berada di Pekalongan. Dengan properti yang mereka miliki dan juga milik saya yang dibawa ke sana, mereka berkolaborasi bekerja mandiri dari jam 09.00 – 12.00, dan setelahnya mereka edit dan upload di youtube. Hasil untuk 4 kelompok bisa dilihat di channel youtube mereka di Pwk Undip 2019. Proyek 1 hari. Sebelumnya, saya juga memperlakukan hal yang sama untuk mahasiswa S1 di PWK Semarang untuk mata kuliah MKP Pariwisata. Saya memberikan arahan perkuliahan sebelum sebelum tatap muka melalui adobe spark dan hasilnya bisa dilihat di sini.