Solusi terkadang tidak jauh dari hobi kita, ayo explore

Tidak jarang harus mengulang materi untuk menjawab pertanyaan yang sama dari orang berbeda. Sebagai jawaban atas pertanyaan bagaimana caranya mendownload artikel dari scopus.com? – Dan jawabannya adalah: tidak bisa. Kita harus pergi ke publisher-nya kemudian click artikel yang akan kita download dan akhirnya bisa mendapatkan artikel. Itupun kalau beruntung, dikala open access atau perpustakaan dimana kita bekerja telah melanggannya. Pertanyaan seperti itu terus berulang dan ditanyakan oleh orang berbeda dan tentunya di waktu yang berbeda juga, tetapi jawabannya sama. Tidak berhenti di situ, banyak hal teknis lainnya yang juga terus berulang. Setiap pertanyaan tidak ada yang salah, jadi harus dijawab atau bisa juga tidak dijawab secara langsung cukup memberikan petunjuk guna mendapatkan jawaban. Andai saja kita memiliki asisten robot yang bisa selalu menjawab kapanpun, dimanapun secepat yang user inginkan, tentu pelayanan kita akan lebih baik, lebih cepat dan everybody will be happy pada akhirnya. Yang perlu direnungi adalah kenapa banyak orang bertanya kepada anda? Pahamilah itu artinya dia menaruh kepercayaan bahwa anda mampu menjawabnya. Jadi jangan menghindar atas setiap pertanyaan maupun pekerjaan dan tugas yang diberikan. Mengeluh atas suatu proses menurut saya itu merupakan bagian dari kata ‘normal’, tapi kalau mengeluh atas ‘kehidupan’ itu akan menjadi penyakit bagi diri anda sendiri. Minimal bakal jadi badmood, dan pada akhirnya akan mengurangi performa anda dan orang di sekitarnya. Energi positif harus selalu kita sebarkan agar kita juga mendapatkan feedback yang sama, kekuatan positif.

Oleh karena itu, coba terus untuk berfikir dikala banyak orang memberikan kepercayaan kepada anda. Yaitu dikala banyak orang terus mengejar-ngejar untuk suatu hal yang mungkin bagi anda sepele tetapi justru sebaliknya bagi orang lain. Anda akan menjadi orang yang teramat penting guna menyelesaikan persoalan yang dihadapi orang lain dan bisa jadi itu menjadi amal jariah anda. Cobalah pikirkan untuk tidak merendahkan orang lain yang terus meminta pertolongan kepada anda. Coba pikirkan dikala anda diposisi mereka, 1 persoalan remeh-temeh seperti remukan rengginang tetapi justru menjadi kunci penyelesaian persoalan lebih besar atau justru untuk mendapatkan manfaat yang jauh lebih besar. Sebagai contoh, ada orang yang tidak bisa memindahkan/ copy file dari hardisk ke flashdisk kemudian meminta pertolongan kepada anda, apa yang anda pikirkan? – apakah anda berpikir (dan kemudian berkomentar) begitu saja tidak bisa! – itukan cuma begini-begitu dan begini, so easy.. begitukah respon anda? Coba pikirkan kembali, jika file yang akan dipindahkan itu adalah proposal riset miliar rupiah dimana di cover proposal itu ada nama anda, Jika anda mengetahui cover proposal itu, apakah anda tetap akan mengatakan hal serupa? – it’s so easy why you bla…bla..bla.. negatif pokoknya. Coba pikirkan setiap respon dan reaksi anda atas rekan kerja atau justru senior-senior anda. Mereka memiliki pengalaman yang jauh melampaui anda semua. Mereka tau setiap cara berdiri setelah terjatuh, tersandung dan tersenyum kembali.

Tetapi bukan berarti anda harus standby membantu bak layaknya superhero. Selalu datang menolong di setiap kesulitan atau justru menawarkan bantuan. Hingga mengiklankan setiap layanan bantuan di group whatsapp, pikirkan kembali. Terkadang riya dan syiar itu sulit dibedakan. Pikirkan kembali! – Tidak jarang sebagian dari kita terjebak pada suatu rutinitas teknis yang akan terus muncul dan muncul kembali. Pikirkan bagaimana caranya! – jangan hanya mengeluh dan mengutuk.

Mencoba membuat database pengetahuan

Ini cara sederhana untuk menampung setiap jawaban yang terus berulang itu. Waktu dan pikiran yang terbatas harus mulai di outsourcing-kan ke asisten-asisten kita. Jika punya budget berlebih membayar seseorang menjadi seorang asisten, maka lakukanlah. Kalau saya sendiri, masih eman dan lebih memilih virtual asistant yang kebetulan sudah difasilitasi oleh kampus, tempat saya bekerja. Banyak platform yang sudah dilanggan saat ini harus dioptimalkan dan digunakan untuk meningkatkan kinerja kita secara kolektif maupun secara pribadi. Collective/ colaborative working sudah bisa dilakukan saat ini bukan? Di balik pandemi covid-19 ini kita secara sadar telah berpindah dari platform offline menjadi online. Kita menggunakan infrastruktur digital guna memberikan perkuliahan, mendengarkan presentasi dan sharing data. Bukankan itu collaborative working? – Banyak banget platform baik yang gratisan maupun yang berbayar untuk mendukung pekerjaan. Dulu, melakukan video call saja mikir seribu kali, dari kuota, hingga infrastruktur yang harus disediakan, compatible-kah!. Sekarang, hampir setiap hari kita lakukan. Ada shifting. Dulu kita ngrasani orang atau ghibah disaat bertemu, ngopi bareng dan akhirnya setiap cerita mengalir entah sumbernya dari mana, begitu juga endingnya dimana dan oleh siapa. Tidak jelas. Sekarang berbeda, budayanya sama platformnya berbeda. Sekarang orang mengeluh diposting di internet entah di layanan facebook, twitter atau bisa juga di kanal youtube. Itu sisi negatifnya. Di sisi positifnya juga ada, dulu setiap pengetahuan ada di hardisk kita masing-masing, tepatnya di salah satu organ terpenting di tubuh kita yang berfungsi untuk berfikir – otak, ribet banget mau bilang otak ya!. Pengetahuan dan juga pengalaman bersifat sangat eksklusif, ini pengetahuanku, ini milikku. Kemudian terkadang kita saling menguji kekuatan otak masing-masing dengan cara berdiskusi hingga berdebat.

Orang yang menang berdebat, dialah orang yang kuat ‘otaknya’, dialah orang pinter. Tapi saya sendiri tidak pernah lihat Einstein dan orang-orang hebat lainnya berdebat, atau mungkin saja menggebrak meja untuk mendapatkan perhatian khusus seakan-akan ingin mengatakan: ‘dengarkan saya wahai manusia’. Kalau ada dari anda pernah lihat atau mungkin punya contoh video orang-orang hebat itu berdebat, boleh deh di share ke saya. Sharing pengetahuan itu kebutuhan, tapi bukanlah berdebat tanpa kendali. Kalau diuji setiap ide dan gagasan itu penting tetapi bukan debat alay-alay seperti di tivi-tivi hingga seorang yang hebat mengeluarkan dompet sambil berkata kita bertaruh siapa yang benar! – ah alay itu. Itu hanya ciri orang yang ingin memamerkan tipisnya dompet.

Sharing pengetahuan itu penting, dan kanalnya banyak banget. Silakan gunakan berbagai platform untuk mensharing pengetahuan dan pengalaman anda. Yang malas mengetik, tapi cukup rajin berbicara di depan kamera, gunakan saja kanal berbagi video, kalau yang suka menulis bisa gunakan blog atau media lainnya. Kita sharing pengetahuan kita masing-masing dan belajar bersama.

Kembali ke judul blog ini mengenai hobi terkadang justru menjadi solusi. Dan ini hanya sebagian dari bentuk sharing saya. Memang terkadang cukup menyibukkan dikala kita harus menjawab pertanyaan yang terus berulang sedangkan jawabannya sama. Mengurangi waktu kita, dan terkadang mengubah haluan konsentrasi kita. Sekali lagi terkadang seperti itu. Seperti dikala kita berniat membaca sebuah buku, kemudian tiba-tiba merima whatsapp dari istri begini: Gimana ya caranya menginstall duolingo di iOS? – jawabannya: dibuka, diputer, kemudian dicelupin. Tentu bukan itu jawabannya. Karena berada di tempat yang berbeda, maka kita harus mengalokasikan waktu 10 – 15 menit guna membuat tutorialnya. Minimal membalas di Whatsapp yang kemudian pasti bakal muncul pertanyaan susulan. Sedangkan di waktu yang sama kita sedang berusaha menemukan suatu literatur yang dibutuhkan untuk studi kita. Ya.. Tuhan,, saya butuh ruang yang kosong dan sunyi 1 jam saja. Rasanya seperti itu. Tetapi tidak bisa, tidak bisa seperti itu. Hal kecil menginstall duolingo (contoh saja), itu bukan untuk dia tetapi untuk anak yang diharapkan nanti bisa menjadi penerus kehidupan kami nantinya. Jadi bersabarlah!.

Banyak contoh juga di lingkungan tempat kerja. Untuk itu mulailah berfikir membuat ‘how to’ tutorial yang sebenarnya google-able qustion. Artinya di google-pun bisa dicari. Saya membuat intranet menggunakan sharepoint. Aplikasi yang sudah dilanggan oleh kampus, tempat saya bekerja. Saya menulis setiap tutorial yang saya pahami di sharepoint itu. Mengundang juga para anggota grup sharepoint untuk berkontribusi, meskipun masih sebatas undangan ya.. belum berhasil. Tapi setidaknya ini bisa menjadi salah satu alternatif untuk sharing pengetahuan. Dan maaf ya,,, dari tulisan panjang ini, ujung-ujungnya hanya sharepoint.. hehe..

Jadi ujung dari tulisan ini hanya ingin pamer ini… #maap…

Hobi utak-atik komputer dan terutama software memang sudah menjadi bagian hidup saya. Dari SMP, membantu kakak di rentalan komputer menjadi tukang ketik yang dibayar perlembar. Meskipun uang hasil kerja habis juga untuk beli bakso atau soto di ujung gang. Tapi ternyata itu mengantarkan saya pada hobi menguplek-uplek komputer. Meskipun berhobi di sini, saya bukanlah software engineer apalagi software developer, saya hanya software user yang hanya mengetahui secuil layaknya remukan rengginang. Di sinilah saya mencoba share pengetahuan secuil itu ke redaksi jurnal pengembangan kota, satu jurnal nasional terakreditasi yang mungkin sebentar lagi harus ditinggalkan. Bukan benar-benar meninggalkan sih tetapi mungkin durasi waktu utak-atiknya akan semakin pendek dan tidak intens lagi. Itulah kenapa saya membuat tutorial ini untuk keberlanjutan. Sedikit berbeda dengan teori Social-Ecological System oleh C.S Holling yang mengatakan the backloop to sustainability. Sok teoritis saja, ya minimal kita harus memperhatikan masa lalu kita agar kita bisa bertahan, tetap berjalan kalau perlu melompat kedepan. Kurang lebih begitulah Prof Holling berpesan ke saya melalui bukunya. Sedikit berbeda dengannya, sharring to sustainability, mungkin begitu ya. Kita share pengetahuan kita masing-masing, agar manajemen digital jurnal ini tetap berjalan, berproduksi dan pada akhirnya kepercayaan para penulis atas jurnal ini tetap terjaga, dan terus menjadi kontributor utama. Dan ini adalah solusi dari saya yang bersumber dari hobi.

Sumber gambar: freepik.com