Ini bukanlah cloud computing dan juga bukan virtual machine. Ini adalah ‘jalan ninja’ yang bisa dilakukan karena keterbatasan infrastruktur. Berhubung harus ekstraksi informasi dari raw data berupa citra satelit dan foto, maka spek komputer yang digunakan musti berkategori high perfomance computer (HPC). Sedangkan komputer saya adalah MacBook Pro 2018, middle end, kemampuan menengah. Spek ini cukup berat untuk membuka citra satelit. Apalagi mengolahnya. Hanya ada 3 solusi yang perlu saya tempuh yaitu (1) membeli komputer baru, (2) upgade spek komputer ke yang lebih tinggi atau (3) meminjam komputer. Pilihan 1 dan 2 membawa konsekuensi rupiah sedangkan yang ke-3 gratisan. HPC tidaklah murah, cukup mahal pastilah puluhan juta rupiah. Dan itu tidaklah mungkin untuk saya saat ini. Beasiswa yang hanya dalam kategori cukup (tidak berlebih) ini harus dipecah-pecah ke beberapa sub anggaran dimana membeli komputer spek high end tidaklah menjadi prioritas anggaran.
Pilihan ke 3 rasanya menjadi satu-satunya pilihan terbaik. Meskipun memiliki konsekuensi lain yaitu meminjam komputer adik yang tidak tinggal di 1 kota. Dia berada di pulau berbeda bahkan sebentar lagi berada di benua berbeda. Namun syukur alhamdulillah, kami terkoneksi jaringan pintar, internet. Saya memanfaatkan teknologi remote desktop. Komputernya dan komputer saya terkoneksi menggunakan layanan Google Remote Desktop untuk mengendalikan komputer adik dari jarak jauh. Kenapa harus begini? Spek komputer adik yang cukup mumpuni, maka olah citra satelit dan analisis akan dilakukan di komputer monsternya. Core i7 RAM 64 GB dan sederet spek tinggi lainnya. Sedangkan komputer saya hanya berperan sebagai remote. Tidak berat, sama dengan kita melakukan browsing di internet. Solusi ini yang tidak bisa dihindarkan. Memanfaatkan family capital untuk mencapai satu tujuan yaitu mengolah citra satelit dimana itu hanyalah untuk memenuhi sub variabel.
Remote komputer antar pulau – antar benua
Seperti yang sudah disinggung di atas. Saya memanfaatkan layanan google untuk menjalankan aksi ninja. Signing menggunakan akun gmail.com guna akses seluruh layanan komputer dari seluruh software terinstall, internet hingga mematikannya dari jarak jauh. Layaknya menggunakan komputer sendiri. Secara teknis begitu.
Seperti virtual machine, seakan-akan memiliki komputer virtual di salah satu server raksasa. Saya mendapatkan layanan komputer personal yang diakses secara online. Kendalanya adalah berbeda resolusi monitor, komputer-komputer saat ini beresolusi monitor sama dengan Handphone yaitu berukuran 16:9 sedangkan mac menggunakan 4:3. Perbedaan ukuran monitor menjadikan berkurangnya kenyamanan mata. Disamping itu adalah waktu bekerja, harus lembur-lembur di malam hari karena di siang hari komputer itu digunakan. Selain 2 persoalan itu, secara teknis baik-baik saja, sangat support teknologi saat ini. Bahkan terkadang hanya saya remote menggunakan handphone.
Sinkronisasi data antar komputer
Tantangan selanjutnya adalah bagaimana mensinkronisasi data antar komputer. Layanan cloud drive, menggunakan onedrive. Alasannya kami sama-sama melanggan onedrive dari layanan Microsoft Office 365. Onedrive yang sudah ‘disulap’ menjadi folder di komputer kami masing-masing kami singkronkan agar data yang ada di komputer adik juga tercopy secara otomatis di onedrive saya. Secara saya membutuhkan file itu untuk proses analisis lebih lanjut. Dan itu dilakukan di komputer saya sendiri. Praktis tidak ada kendala selama ini. File yang kami sinkronisasi bukanlah file kecil melainkan file besar bergiga-giga berupa citra satelit.
Ini hanyalah gambaran jalan ninja yang harus ditempuh guna mendapatkan data. Data hunter, saya menyebutnya. Upaya mendapatkan data dari proses ekstraksi citra satelit dan ini hanya untuk 1 sub variabel dan bukanlah untuk variabel utamanya. Seperti yang sudah saya tulis di sini, kita perlu melakukan analisis bertingkat guna mendapatkan sebuah ‘data baru’. Dan untuk mendapatkannya terkadang harus melakukan pekerjaan berjenjang. Proses seperti ini rasanya akan menjadi new need di dalam riset perkotaan saat ini. Ketersediaan open data memang akan mempermudah pekerjaan tetapi juga akan meningkatkan kebutuhan baru di dalam riset. Contoh yang lain adalah, dulu menyebar 100 kuesioner rasanya sudah cukup, sekarang itu tidaklah cukup. Perlu lebih banyak agar lebih presisi.
thank you so much🎵 I am really grateful for you, I am really happy to have you read my article🎸🎵
LikeLiked by 1 person