Menstrukturkan ide dan menjelaskan inovasi baru

Tulisan itu adalah ekspresi dari apa yang dirasakan atau mengenai apa yang dipikirkan. Tulis saja, dan nanti akan ketemu polamu sendiri. Bisa juga mencari contekan pola tulisan orang lain, kemudian menuliskan ide menurut template pola orang lain itu. Apakah ada yang mau menyalahkan atau mungkin menilai lebih baik salah satu dari 2 pola itu? Simpan dulu nilai itu, apalagi kemudian dilekatkan kepada orang lain. Semua orang sedang belajar menurut lingkup hidupnya. Menyontek pola menulis bukanlah plagiasi. Itu hanya alur saja. Contohnya begini: saya ingin bercerita tentang indahnya gunung Ungaran. Kemudian saya meniru gaya penulis lain yang sangat menginspirasi. Itu sah, yang ditiru adalah gaya menulisnya dan bukanlah idenya. Saya sendiri banyak terinspirasi oleh buku-buku Prof. Eko Budihardjo (alm). Banyak bukunya yang ditulis menggunakan bahasa relatif popular, tidak kaku. Bahkan saya pernah menemukan kata sambung ‘yang’ mengawali kalimatnya. Coba kalau di skripsi, pasti sudah dicoret kata itu. Meskipun banyak terispirasi olehnya tetapi tidak 100% gaya beliau bisa saya duplikasi, tetap saja saya ada di grade bawahnya😊.

Tidak jauh berbeda dengan dunia riset, kita harus melihat sesuatu melalui mata dan pemikiran orang lain untuk memberikan inovasi. Terkadang dikala terlalu asik dengan ide seseorang maka kita bisa menyandarkan otak kita kepada sang maestro. Kurang lebih ingin mengatakan begini: dia itu, aku banget. Apa yang dia pikirkan itu sebenarnya sudah mewakili apa yang sedang saya renungkan. Sama juga dikala kita mendengarkan musik yang kemudian begitu menyentuh hati kita. Seakan-akan lagu itu mewakili sebagian dari kehidupan kita. Mungkin sekali kita mengatakan ini laguku banget. Ada perasaan memiliki atas sesuatu yang sebenarnya secara formal milik orang lain. Dan kita harus menentukan apakah akan menjadi deskriptor, narator ataukah explanator. Saya yakin ada definisi sendiri atas 3 kata itu. Sayapun punya penjelasan sendiri menurut apa yang sedang dilakukan.

Di dalam bahasa Indonesia saya yakin ketiga kata itu memiliki satu padanan makna yang mungkin saja mirip maknanya, menjelaskan. Namun kenyataannya ada sedikit-banyak perbedaan. Deskriptor, mendeskripsikan sesuatu kepada orang lain atas suatu produk yang bisa berupa barang atau juga gagasan. Semacam sales mobil yang menjelaskan ini adalah mobil, punya roda, kaca depan diimport dari India dan seterusnya. Mentransfer informasi produk ke orang lain. Dikala ingin menjelaskan inovasi maka juga akan terjebak pada ide orang lain yang sedang dideskripsikan itu. Dan itulah saya saat ini, terjebak pada sumur teori dan belum bisa kembali ke permukaan. Bisa menjelaskan barang, tetapi inovasi dari diri sendiri belum ada. Tidak jauh berbeda dengan itu adalah narator. Menarasikan secara kronologis waktu atas suatu peristiwa. Lagi-lagi ini saya, bisa menarasikan history suatu pemikiran orang lain, tetapi saya sendiri belum bisa ikut berdiskusi bersama mereka. Dan belum ditingkat ini. Explain, jelaskan sesuatu, tentunya ide sebagai sumbangan gagasan kepada komunitas global.

Strukturkan idemu

Researcher harus independen, memberikan ide atas suatu topik kepada forum, namun lagi-lagi yang menjadi tantangan tersulitnya adalah structuring. Menstrukturkan, membagi mana yang akan menjadi problem statement, mana yang akan menjadi introduction, method dan seterusnya. Itu adalah rangkaian ide yang ditulis, dan bukanlah sebaliknya. Tulis saja dulu! Biasanya begitu kata para senior yang memang sudah expert. Tetapi bagi pemula seperti saya tentu menggambar rumah dulu itu lebih penting dibandingkan langsung membangunnya. Harus ada big picture mengenai apa idenya, siapa audience-nya dan bagaimana alur itu bisa didesain agar memudahkan audience memahami. Dan bagi saya, itu masih menjadi tantangan.

Sesekali berdiskusi, mencari ide-ide dari kolega, kadang juga cukup mendengarkan musik di youtube. Terkadang inspirasi tidak harus dari akuarium yang sama, bagaimana ekspresi ide itu bisa disampaikan. Apakah memang harus dari general context kemudian specific context? Kalau dari tutorial-tutorial di youtube, jawabnya pasti Iya, persis, exactly😊. Kenapa harus seperti itu! Rasanya selalu saja ingin memprotesnya. Tapi sekali lagi, harus sadar diri, masih menjadi outsider, harus taat aturan.

4 thoughts on “Menstrukturkan ide dan menjelaskan inovasi baru”

  1. pak saya pernah membaca tulisan bapak tentang Proses review cepat: jangan seneng dulu! https://kelassarif.com/2019/05/05/proses-review-cepat-jangan-seneng-dulu/
    pada tulisan tersebut bapak menceritakan pernah melakukan penarikan artikel untuk tidak dipublikasikan namun email permohonan tersebut tidak dibalas

    jadi saya ingin bertanya untuk hal tersebut apakah nantinya ada pengaruh untuk kita jika kita menyerahkan artikel tersebut ke jurnal lain?

    terima kasih sebelumnya

    Liked by 1 person

    1. Halo pak Yusuf, terima kasih sudah mampir.

      Secara etika, harusnya tidak ada masalah pak. Saya memberi tahu editor bahwa sudah menunggu lebih dari 2 tahun. Kemudian saya withdraw, email penarikan juga saya berikan ke editor jurnal yang baru. Secara etik itu boleh, di beberapa kasus jurnal internasional juga demikian.

      Yang tidak boleh adalah double submission, mengirim 1 artikel ke 2 atau lebih redaksi.

      Like

      1. walaupun kita belum menerima email balasan mengenai penarikan yang sudah kita ajukan kepada editor melalui email tersebut tidak apa-apa pak? atau harus menunggu untuk menerima email balasannya pak?

        Like

      2. Kalau menerima email balasan itu justru bagus pak. Namun untuk kasus saya, saya tidak menerima email balasan sama sekali.

        Secara etik, menurut saya boleh. Alasannya: (1) saya sudah berkirim email menanyakan perkembangan artikel, tidak dibalas. (2) saya kirim email lagi untuk withdraw, tidak di balas juga. Artinya editor belum ada good will. Setelah saya kirim manuscript ke jurnal lain, saya juga memberitahu redaksi sebelumnya, dan juga tidak dibalas.

        Kalau dilihat dari copyright, copyright artikel itu masih di saya belum ke publisher. Berbeda kalau sudah diterbitkan maka copyright bisa berpindah ke publisher atau tetap di penulis. Ini perlu dicek juga di informasi copyright.

        Kembali ke kasus withdraw artikel tadi. Hak atas artikel masih ada ditempat saya. Saya punya hak untuk meneruskan atau menghentikan proses review. Sekali lagi, saya berniat mempublikasikan ke jurnal itu namun tidak ada kabar yang baik ya sudah saya withdraw saja.

        Like

Comments are closed.