Itu hanya perumpaan atas sebuah riset. Memang kita butuh ‘meja besar’ sebagai penyokong atau underpinning theory yang sedang diperdebatkan. Meja besar ini hanya tempat saja dan bukanlah wadah atas makanan yang akan disajikan. Meja ini adalah tempat untuk menempatkan semangkuk sup panas yang sedang kita masak sesuai dengan cara dan komposisi makanan yang dibuat. Ada tambahan bumbu atau mungkin tambahan bahan yang kemudian ingin kita sajikan kepada para tamu restoran. Apakah mereka akan mencicipi dan menjadikan semangkuk sup itu sebagai makanan favorit mereka dan merujuknya sebagai sebuah karya baru? Itu sangat terserah kepada mereka, para konsumen yang mungkin saja bakal menjadi pelanggan atau justru meninggalkan. Mereka menentukan keputusan mereka berdasarkan apa yang mereka minati. Dalam menentukan meja besar ini, tidak luput dari survei showroom. Masuk satu toko ke toko lain, sekedar memilih, bertanya detail dan menawar harga sebelum dibawa pulang. Di saat sudah dibawa pulangpun terkadang juga masih harus berubah pikiran. Sepertinya tidak cocok, yang di toko sana itu yang lebih pas rasanya. Keputusan ada di diri kita, mau menggunakan meja mana dan seperti apa sebagai tempat untuk menaruh semangkuk sup panas itu.
Padanan yang serupa terjadi dikala melakukan riset. Menentukan context atau meja besar untuk menempatkan hasil riset kita. Stand on the shoulders of giants – begitu Google mengutip di bilah google scholar. Kita berdiri dipundak raksasa, maka jangan sombongkan diri karena besarnya raksasa yang menjadi pijakan kaki. Meskipun begitu, tidak sedikit orang yang terjebak dalam penentuan meja besar ini, ada juga yang terjebak di penentuan bumbu, cara memasak, hingga bagaimana cara menyajikan agar menarik para customer. Beragam persoalan yang dialami oleh kami para PhD researcher, untuk berhijrah dari dependent researcher menjadi independent researcher. Memang menjadi peneliti yang independent itu menjadi outcome yang sebaiknya diraih dimanapun anda belajar. Tidak Ada rumus/ atau formula bahwa kuliah di kampus A di negara Z maka anda akan menjadi manusia super. Lepas dari belenggu kegalauan yang dibuat sendiri atas segala hal yang berkaitan dengan riset, itulah tujuannya. Jadi kalau ada yang mengatakan: Saya adalah yang terbaik karena saya… maka cukup acungkan jempol sebesar-besarnya persis di depan hidungnya sambil mengatakan: Awesome, you are the best, dan jangan lupa tersenyum. Semua memiliki persoalannya masing-masing yang sebenarnya bisa saja dipamerkan di media sosial, di teman-teman nongkrong atau bahkan di blog seperti ini. Tetapi memamerkan masalah bukanlah sebuah cara untuk menyelesaikan persoalan. Jadi pertimbangkan setiap langkah kaki agar tidak terjebak di lobang atau ranjau-ranjau darat peninggalan hewan peliharaan tetangga.
Membaca dan mendengarkan itu adalah proses menyerap atau memanen informasi dan ilmu yang kemudian kita olah sesuai dengan apa yang akan dibuat. Setelah itu tahap selanjutnya adalah tes pasar. Obrolan, desiminasi singkat dengan teman-teman seperjuangan itu bisa dianggap sebagai tes pasar. Kita paparkan hasil belajar kita dan biarkan mereka memberikan tanggapan. Bisa dengan berbagai cara melalui berbagai hal sesuai dengan persepsi mereka, pelaku pasar. Ada yang memberikan masukan untuk bisa memberikan informasi lebih detail, atau mungkin juga bisa sekedar bertanya untuk menguji. Tujuannya bukan untuk saling menjatuhkan, bukan juga untuk merendahkan tetapi untuk saling memperkuat apa yang sedang dikerjakan. Jadi sebaiknya jangan ngendo kalau diundang ke majelis syuro sok ilmiah itu. Datang saja dan cobalah berargumen.
‘Meja besar’ ini biasanya tidak terlalu detail dikuasai. Biasanya hanya di makanan yaitu sup panas itu. Sehingga memang akan lebih mudah untuk menggoyang ‘meja besar’ ini. Kurang lebih begini: Kenapa harus pakai meja kaca itu, kan ada meja rotan yang saya rasa lebih pas dengan warna mangkuk yang anda gunakan? Tidak ada yang salah atas pertanyaan sekaligus saran itu. Kenapa A dan tidak B. Pertanyaan terbuka yang jawabannya tidak bisa disamakan dengan 4 + 4 = 8, tetapi benar-benar mengundang argumentasi atas keputusan kita. Saya rasa disinilah proses migrasi dari dependent menjadi independent researcher itu. Kita semua akan berada di posisi itu. Saya rasa tidak hanya di riset, bahkan di dalam kehidupan sehari-hari. Kenapa memilih mobil merk A dibandingkan B, padahal merk B lebih bagus, lebih irit, dan sebagainya. Pendirian atas persepsi menjadi satu hal yang terus dan terus diuji.
Itu hanya perkara meja yang mungkin saja akan banyak ‘kepala’ dengan persepsinya masing-masing. Dan sekali lagi, itu bukanlah persoalan. Itu sama sekali bukan masalah dan bukan juga gunjingan yang menjadikan kita malas bergerak. Musuh tidak selalu menjadi sebuah kutukan, Mereka bisa menjadi sebuah berkah – Itu Whatsapp yang saya terima dari Istri pada bulan Agustus tahun ini setelah dia melihat film balapan. Kutipan yang sangat baik, di satu sisi memang butuh ‘partner berdebat dan berdiskusi’ yang bisa jadi justru memiliki sudut pandang berbeda. Memiliki cara pandangnya sendiri dan tidak selaras, dan tentu bermusuhan secara pemikiran. Namun, di sisi lain dialah yang menjadi penolong agar semakin tajam apa yang sedang dipikirkan. Lagi-lagi guncangan atas pendirian seorang yang ingin menjadi independent harus digoyang lagi dari sudut kiri, kanan, atas, dan bawah.
Diskusi lebih baik daripada menjilat ludah sendiri
Tidak apple-to-apple perumpamaannya. Iya…karena memang tidak sedang membahas apel jadi biarkan saya menulis sebebas matahari membangunkan saya di setiap pagi. Ini menjadi pengingat bagi saya sendiri, seorang yang sedang belajar dan masih kosongnya tempayan ide. Jangan sekali-kali menjadi makelar ilmu, apa yang dimaksud? Makelar bukanlah pekerjaan yang buruk, justru baik. Mereka mempertemukan penjual dan pembeli, tugasnya sangat mulia. Namun ada etika yang sebaiknya tidak dikembangkan yaitu bekerja ‘tanpa modal’. Hanya bermodal informasi sana-informasi sini kemudian mempengaruhi orang lain membuat keputusan. Menjadi shadow yang bisa jadi justru berdampak tidak baik. Contohnya begini: Data kategorik itu tidak cocok untuk analisis regresi, dia bisa menjelaskan itu dengan argumen yang sangat meyakinkan sedangkan dia sendiri tidak membaca detail ilmunya. Dia hanya bertanya kepada orang lain yang dianggap lebih berilmu untuk kemudian disampaikan ke kita. Respon dari kita akan menjadi ilmu dia lagi yang kemudian dilontarkan kepada orang lain lagi. Terus menjadi loops begitu, tanpa ada upaya menguji sendiri kebenaran atas informasi yang dia terima. Dampak lain adalah menjilat ludah sendiri. Setelah berbagai konfirmasi yang dilakukan akhirnya dia membuat keputusan berdasarkan argumen orang lain yang sebelumnya didebat dan bahkan sedikit diserang.
Ingat, saat ini kita sama-sama sedang belajar memasak untuk sama-sama disajikan kepada calon consumer. Syukur-syukur mereka akan menjadi pelanggan kita. Yang harusnya dilakukan adalah mari memperkuat kapasitas kita dan bukan dengan mengungkap kelemahan masakan temanmu ke calon pelanggan itu. Perkuat dan bold besar-besar kata KITA dan bukan SAYA atau KAMU. sekali lagi kita. Biarkan saja kalau ada orang yang memilih ‘meja ukir jepara’ sebagai tempat sup panas yang sedang dia masak. Sup yang benar-benar sedang dibuat dan belum jadi. Jangan biarkan supnya dingin sedangkan mejanya belum datang. Apakah para pelanggan mau menyantap sup panas di lantai? Kita harus menghormati mereka para calon pelanggan. Tolong menolong untuk kebaikan disaat kita sama baik-baik saja, saya rasa itu lebih bernilai dibandingkan harus menunggu salah satunya jatuh terlebih dahulu kemudian ditolong. Gotong royong untuk kebaikan jangan hanya dilekatkan pada saat kondisi terpuruk.
Meja besarnya sudah ditentukan, silakan didebat, silakan dipertanyakan dan silakan diuji. Itu saja cukup, jangan menghujat atas meja yang baru saja dibeli dari seorang pengrajin. Dia sudah mendedikasikan hidupnya bertahun-tahun mengukir meja itu. Kita bukan tukang kayu bukan juga seniman pahat, kita adalah koki yang inshaallah kan menjadi chef atas masakan kita masing-masing dengan meminjam meja karya orang lain yang dianggap sesuai. Hentikan praktik cela ‘makelaran ilmu’ yang hanya mengambil sebagian informasi dari sana, dari situ, dari mereka, dan dari mana lagi sebagai landasan untuk menggoyang. Gunakan argumen berdasarkan apa yang sudah dibaca untuk menguji meja besar yang baru saja didatangkan.