Maju perang dalam persiapan

Pernahkah kalian merasakan harus segera berperang namun dalam situasi sedang latihan? Saya rasa pasti sudah pernah, seperti dikala kita sedang menyiapkan diri untuk presentasi yang diperkirakan akan dihadapi 2 bulan lagi, tetapi ternyata hanya dalam waktu 3 hari ke depan sudah harus segera tampil di hadapan publik. Atau mungkin contoh yang lain adalah sedang menyiapkan diri untuk bicara hal penting pada seseorang yang mungkin kita siapkan 1 bulan lagi, tetapi orang itu akan segera pergi dalam waktu 1 minggu lagi. Tidak ada pilihan harus segera melakukan. Mau-tidak-mau ya harus mau, kurang lebih begitulah, tidak ada pilihan apalagi bernegosisasi. Apalagi yang berkaitan dengan deadline, dari yang sebelumnya tidak begitu jelas kapan batas waktu pengumpulan dan ternyata setelah ditanyakan cuma dalam kurun waktu 1 minggu kedepan. Uncertainty, penuh ketidak pastian hidup.

Memahami itu memiliki satuan waktu. Tidak bisa hanya sekali baca atau berdiskusi langsung mendapatkan insight sama persis dengan sumbernya. Perlu loading kemudian berfikir acak dari puzzle ide kemudian baru dirangkai menjadi big picture. Itulah proses bagaimana kita merangkai pengetahuan yang kemudian kita sajikan dalam satu pesan: informasi. Yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah seberapa lama puzzle ide itu akan terbang berputar di kepala kita kemudian kita sarikan dalam bentuk karya? Dikala terlalu menikmati proses terkadang justru memperlebar orbit puzzle ide itu. Semakin memperdalam bacaan dan pertanyaan justru semakin banyak lobang-lobang yang menjebak dan kemudian berusaha untuk naik kembali ke permukaan. Itu adalah latihan atau persiapan yang saya maksud di dalam judul artikel ini.

Sebagai contoh, dikala kita bicara risiko (apapun itu), kita akan bermain dengan apa yang disebut dengan peluang. Seperti bermain dadu, dan memang itulah teori dasarnya. Probability theory menjadi dasar kita bermain kemudian menghitung setiap peluang. Dikala kita menelisik lebih dalam akan menemukan beberapa istilah atau kosakata-kosakata baru yang benar-benar khas dan memiliki arti scientific. Contoh lain bisa kita dapatkan saat membaca bukunya Alonso (location and land use), disaat menjelaskan titik lokasi rumah dia tidak menggunakan kata ‘house’; ‘settlement’, atau ‘residential’ tetapi justru familial unit. Ada hubungannya dengan literatur ekonomi yang menganggap rumah sebagai suatu barang dagangan. Itu hanya contoh saja bagaimana kita akan memahami setiap arti kosakata bukan lagi dari translasi melainkan budaya dan fungsi, termasuk sejarahnya. Sepertinya saya juga pernah menulis tentang fog dan smoke di sini. Kata menunjukkan makna, menunjukkan siapa, dan menunjukkan darimana, dan juga kenapa digunakan.

Namun yang menjadi tantangan adalah dikala kita menikmati itu ada waktu yang terus berjalan. Seperti penyelam yang menikmati indahnya pemandangan bawah laut tetapi dia juga harus menyadari isi tabung oksigennya. Belum selesai dan belum bener-bener paham mengenai apa ini dan apa itu, kenapa begini dan kenapa begitu sudah harus kembali ke permukaan untuk menceritakan kepada orang-orang mengenai apa yang kita lihat di bawah laut. Sama kondisinya dikala kita meneliti, rasanya belum puas dengan bacaan ini, dengan bacaan itu. Selalu bertanya kenapa seperti ini, apakah ada hubungannya dengan itu dan pertanyaan kepoisme lainnya. Tiba-tiba sudah mendapatkan email berjudul [reminder]. Wuff.. rasanya ingin bernego, sama seperti bermimpi indah di pagi hari tiba-tiba alarm berbunyi. Atau jargon lawas yang viral itu: Belanda masih jauh bro.. Rasanya salah waktu saja. Di satu sisi, memang itu yang ditunggu segera merevisi paper kemudian submit. Tetapi kenapa buru-buru juga. Harus maju perang meskipun sedang latihan, mana belum tau cara menyarungkan pedang. Warrior!