Tulisan ini tidak akan menjelaskan apalagi memaparkan Kota Nijmegen. Saya rasa cukup mudah mencari informasi mengenai kota ini, setidaknya di wikipedia.org. Kota Tertua di Belanda yang sekarang justru menjadi ‘kota termuda’ ini akan menghiasi menu baru di blog saya ini. Bukan untuk mengeksplore eksotisme kota-kota cantik khas Eropa, terutama Belanda, tetapi selama 4 tahun kedepan (mulai tahun ini, 2020) akan menjadi bagian dari cerita kehidupan saya, dan semoga juga untuk keluarga saya. Mereka akan saya ‘boyong’ kesini, menghirup dinginnya udara Eropa dan juga berjibaku ikhtiar bisa hidup dengan budget ala kadarnya agar bisa bertahan dan tentu menggapai apa yang sudah ditugaskan.

Kota tertua namun menjadi termuda. Tidak salah. Awalnya memang kota ini adalah Kota Tertua di Belanda, namun di saat perang dunia, kota ini di hancurkan oleh sekutu karena dianggap salah satu basis Nazi (German). Maklum belum ada GPS yang canggih dan juga belum ada google maps sehingga para serdadu sekutu tidak bisa membedakan lokasi, apakah menjadi bagian Jerman ataukah justru bagian Belanda. Letaknya yang berada di perbatasan negara menjadikan kebingungan mereka semakin menjadi. Dan akhirnya booommmm. Hancur!. Kembali membangun dan jadilah kota yang seperti saat ini, modern.
Di Kota ini berdiri satu universitas negeri bernama Radboud University yang memiliki program studi geografi, dimana program studi ini merupakan yang terbaik kedua setelah University of Amsterdam di Belanda. Sedangkan untuk progam studi perencanaan kota berada di peringkat ke lima setelah University of Amsterdam, Utrecht University, Wageningen University & Research dan Vrije Universiteit Amsterdam. Bersumber dari QS Top universities, universitas yang pernah menjadi bagian dari Utrecht University ini berada di peringkat 217 dunia di tahun 2020. Program studi yang moncer dari PTN Belanda ini adalah Psikologi yang berada di peringkat 50 besar dunia (data tahun 2020) menurut top university. Para psikolog elite banyak yang menjadi bagian dari alumni RU di kota Nijmegen. Dan.. tentu saya tidak akan bergabung di jurusan psikologi ini, tetapi di sebelahnya yaitu di departemen Planologie yang menjadi satu bagian dari departemen geografi dan lingkungan menjadi departemen geografi, perencanaan dan lingkungan. Disiplin ilmu saya ini memang menjadi bagian dari social science kalau di Eropa, terutama bagian dari bidang geografi. Berbeda banget dengan di Indonesia yang menjadi bagian dari ilmu rekayasa (fakultas teknik). Berbeda lagi dengan di Amerika yang bisa saja di bawah fakultas ilmu sosial dan ilmu politik (FISIP) seperti di Savannah State University atau justru menjadi bagian dari ilmu seni. Ya.. beda-beda tergantung dari apa yang menjadi tujuan setiap program studi.
Selama empat tahun kedepan saya akan menjadi bagian department de geografie planologie milieu. Kata planologie yang cukup popular di Indonesia sebagai pengganti kata perencanaan dan kota sepertinya memang berasal dari bahasa Belanda yang berarti perencanaan.
Huff… bejibaku dengan dinginnya udara eropa dan galaunya cuaca Belanda. Rasanya pantas saya lakoni untuk menguasai ilmu yang selama ini belum dipahami (sama sekali). Mengkombinasikan manajemen bencana warisan pekerjaan sebelumnya saat bekerja di United Nation Development Program (UNDP) untuk proyek SCDRR (Safer Communities through Disaster Risk Reduction) dan pekerjaan saat ini sebagai seorang guru planologi. Aspek fisik, properti hak atas tanah, lahan dan seabreg epistimologi lainnya terus menggelantung diotak untuk dibaca, dipelajari dan dipecahkan. Bagaimana hubungan antara dua teori besar warisan pewaris Nobel Elinor Ostrom dengan ketahanan kota yang muncul dari teori biologi.
Di bagian menu baru ini, selanjutnya akan saya coba eksplore bagaimana kehidupan di Nijmegen dan Belanda secara detail selama 4 tahun ke depan. Bismillah!
You must be logged in to post a comment.